Ahad, 15 Mac 2009

Tarbiyah Bukan Untuk Menjadikan Kita Lebih Lemah



"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al Ankabut : 69)




Forest Gump adalah seorang anak yang cacat kaki dan harus berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan alat bantu. Di sudut yang lain, ia menjadi seorang anak yang terbelakang mental dan sukar untuk berbicara. Keadaan ini membuat Forest menjadi kerdil di kalangan teman-temannya dan selalu menjadi bahan cemuhan.

Suatu hari, tanpa tidak diduga-duga, sekelompok ‘bandit’ anak-anak remaja melakukan durjana untuk melukai dan mempermainkan Forest Gump. Forest dilempar batu, dan ia terpaksa tertatih-tatih berlari supaya tidak dihambat oleh anak-anak tadi. Dengan kaki kesakitan, ia terus berlari ..... berlari ...... dan.....berlari, tidak peduli cemuhan orang-orang yang ada di belakangnya. Ia mampu memotivasi diri sendiri, sehingga ‘keajaiban’ pun terjadi. Kakinya yang cacat dan seharusnya menggunakan alat bantuan, menjadi sembuh dan seketika itu juga, ia mampu berlari kerana ia percaya bahawa motivasi melebihi segalanya, walaupun cacat fizik. Bahkan sejak saat itu, ia tidak berhenti berlari, sampai orang mengenalnya sebagai manusia yang pantas berlari dan pelari yang luar biasa. MOTIVASI telah mengubah kehinaan menjadi kemuliaan.

Syaikh Ahmad Yasin, adalah seorang pejuang keadilan sejati bagi rakyat Palestin. Ia bukannya memiliki apa-apa, selain seorang tua biasa yang hanya duduk di kerusi roda. Beliau cacat kaki, tangan dan pendengarannya sedikit terganggu, kerana siksaan yang telah dia terima dari penjajah Israel akibat keteguhan sikapnya memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestin. Tapi cacatnya bukan halangan bagi dia untuk beralasan mundur dari da’wah dan jihad. Syaikh Ahmad Yasin percaya, bahawa perjuangannya membebaskan rakyat Palestin dari penjajahan adalah sebabagian dari ibadahnya kepada Allah SWT. Dengan tertatih-tatih duduk di kerusi roda, ia mampu menggerakkan hampir 2 juta hati pemuda belia Palestin, untuk bergabung dengan gerakan pembela Islam yang dipelopori oleh HAMAS. Perjuangannya dan sumbangannya untuk Islam beliau akhiri dengan kemuliaan sebagai seorang syuhada, apabila peluru helikopter Apache menghancurkan jasadnya, selepas ia menunaikan solat subuh di kota Gaza.

Itulah sekelumit orang-orang yang tidak pernah merasa putus asa dengan dirinya sendiri. Masih banyak cerita hebat dan luarbiasa orang lain yang tidak jauh berbeza.

Tapi, bagaimana dengan kita ? Di saat ini, keadaan kita jauh lebih selesa, lebih mapan dan lebih sihat dari Forest Gump atau Syaikh Ahmad Yasin. Namun, apakah sumbangan yang telah kita berikan untuk orang lain ? Untuk da’wah Islam, terutama.

Pertanyaan-pertanyaan ini harusnya menjadi motivasi bagi kita, untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menjalani Tarbiyah Islamiyah
. Kita tidak perlu berpeluh-peluh berlari untuk menghindari ancaman peluru Apache saat kita menghadiri halaqah mingguan. Kita cuma tinggal men-”starter” motor kita di saat amanah memanggil kita, tanpa harus berjalan tertatih-tatih menghindari anasir jahat dari gangguan anak-anak nakal, sebagaimana Forest Gump. Dan kita masih mampu beristirehat dan tertidur nyenyak, tanpa gangguan dari suara peluru dan butiran-butiran bom cluster yang dijatuhkan Amerika di Irak dan Afghanistan.

Apa artinya ? Artinya, kita punyai modal awal yang JAUH LEBIH BESAR, LEBIH BANYAK DAN LEBIH BERKUALITI dari yang dimiliki oleh orang lain, apa yang membuat kita menunggu untuk menjadi orang yang lebih sukses/hebat/ luarbiasa dari mereka ? Mampukah kita menjadi orang yang lebih hebat dari mereka ?

Tentu boleh ! Dengan terus menjalani tarbiyah dan beramal. Tarbiyah tanpa amal akan berakhir dengan rasa kebosanan (jumud), dan amal tanpa tarbiyah akan berujung pada futur (melemah semangat keislamannya).

Tarbiyah bukanlah sebuah beban.

Seharusnya, tarbiyah menjadikan seorang muslim menjadi lebih hebat, kerana ia mampu mengoptimamkan semua potensi yang ia miliki dan meminimakan kelemahan yang ada pada dirinya. Sebagaimana Bilal yang menjadi ”ayam tambatan” Rasulullah saw, sedangkan ia seorang hamba. Sebagaimana Umar Al Khattab r.a. yang menjadi khalifah kedua, sedangkan sebelum islamnya beliau seorang yang kejam dan anti islam. Dan sebagaimana Abu Dzar Al Ghifari yang menjadi penasihat khalifah, sedangkan ia seorang yang zuhud dan miskin. Sudahkah menjadi renungan bagi kita ?

Wa’allahu wa rasulullahi a’lam .....

Tiada ulasan: